Having a Monthly Salary is like a drug addiction. Here’s why.

Nassim Nicholas Taleb, seorang peneliti, pemikir dan juga penulis paling berpengaruh abad ini. The Black Swan, buku yang ditulis oleh Taleb ini bahkan dinobatkan sebagai salah satu dari 12 buku paling berpengaruh semenjak perang dunia ke-2.

Dalam suatu kesempatan, Taleb pernah melontarkan pernyataan yang kontroversial, yaitu:

“The three most harmful addictions are heroin, carbohydrates, and a monthly salary.”

Tentunya, kata-kata Taleb ini mengusik setiap pekerja kantoran. Namun perlu digarisbawahi, frasa tersebut dilontarkan untuk mereka yang masuk dalam kelas upper middle class, atau bisa kita sederhanakan yang memiliki pendapatan di atas 10 juta rupiah per bulan.

Bayangkan, seorang profesional muda yang cerdas dengan karir di manajemen tingkat atas. Mereka memiliki pendapatan belasan juta, pakaian desainer, mobil, kartu kredit untuk tumpangan lounge di bandara dan lain-lain.

Meski ini terdengar seperti mereka telah sukses, kenyataannya, pada titik ini gaji bulanan yang didapat dosisnya sudah berubah dari kebutuhan dasar bulanan menjadi CANDU.

Actually, it’s easy to understand WHY a monthly salary can be addictive..

Keduanya, gaji dan drugs memberikan kita perasaan ‘high’ atau ‘fly’. Dengan mendapatkan sejumlah uang secara tetap setiap bulan, otak melepaskan hormon yang sama, yaitu dopamin.

Tidak peduli jika di waktu kerjanya, seseorang mengeluh betapa dia benci dengan pekerjaannya. Namun di hari gajian, otak akan melepaskan dopamin dan menyebabkan dirinya mempertahankan pekerjaan tersebut.

Jika gaji ini tiba-tiba berkurang atau hilang, mereka akan kebingungan, tidak tau berbuat apa, satu-satunya yang mereka pikirkan adalah mencari pekerjaan lain. Persis seperti pecandu narkoba.

But please make no mistake!

Jelas memiliki gaji bulanan tidak merusak badan, namun pada saat yang sama, seringkali gaji mengaburkan potensi diri yang sesungguhnya.

Gimana pendapatmu soal ini?